Sunday, October 19, 2014

jatuh; gugur dan turun.




dalam perjalanan pergi yang panjang, bas tidak penuh. si pemuda duduk di sudut hujung bersebelahan tingkap mempamer warna warni alam di bawah langit yang mendung. pandangannya kosong, jiwanya tidak lagi ada tarikan graviti, begitu ringan terbang melayang.

tepat di dalam kotak kuning hadapan pondok menunggu, supir memberhentikan bas. seorang pak cik dalam umur lima-puluhan naik dengan tongkatnya. dibawa bersama adalah beg pakaian sederhana besar. barangkali dia sedang menuju perjalanan sederhana jauh.

pak cik mencari tempat sesuai untuk melabuhkan duduknya. sememangnya kerusi banyak yang kosong, boleh saja duduk di mana mana pun. tapi, itulah kehidupan. semua tentang pilihan, tentang apa kata hati. lalu pak cik memilih untuk duduk bersebelahan si pemuda. begitu dalam banyak banyak kerusi dua yang kosong, pak cik memilih kerusi satu di sebelah si pemuda. lalu pemuda mengalihkan beg galasnya yang diletak pada kerusi itu.

   "minta maaf anak muda. bisa aku duduk sebelahmu?"

pemuda mengangguk saja. kemudian, jiwanya hilang lagi. seperti ada perkara besar yang bermain di pikirannya. senyap seketika. bunyi geser tayar pada jalan dan geser angin pada cermin tingkap bersatu. tidak lama, pak cik bersuara.

   "anak muda, jauh kau mengelamun. apa yang kau pikir? kau kelihatan murung sekali.."

   "aku baru saja terjatuh. sakit.."

pak cik senyum. senyap lagi.

   "anak muda, jatuh itu sama seperti gugur. itu kau pandang di luar. ada yang sedang gugur kan.."

   "daun?"

   "ya. kau benar. kau tahu anak muda? daun yang gugur tidak pernah membenci angin yang meniupnya jatuh, ranting yang tidak kemas memegangnya sehingga dia jatuh, bahkan tanah yang mengotorinya saat ia jatuh."

bas melalui terowong. gelap sebentar. hanya cahaya lampu kuning yang menyimbah. keluar dari terowong, hujan mulai turun sedikit sedikit. tepat pada masanya, pak cik meneruskan bicara.

   "anak muda, jatuh itu juga persis turun. ya, yang kau pandang di luar jendela, itulah yang sedang turun."

   "hujan turun."

   "sekali lagi, hujan yang turun tidak dendam pada awan yang enggan menampung, melepaskannya jatuh ke bawah. jauh sekali berkecil hati pada manusia bumi yang marah marah kerana mereka sakit ditimpa hujan yang jatuh."

   "jadi, kenapa daun dan hujan bisa begitu?"

suara pak cik timbul tenggelam dengan bunyi guruh dan hujan. tetapi, pak cik tetap meneruskan bicaranya menjawab tanya anak muda.

   "kerana mereka tahu dan yakin, jatuh itu adalah sebahagian daripada takdir Tuhan kepada mereka."

riak muka pemuda sedikit berubah, lebih bercahaya. lebih serius.

   "pak cik, bagaimana kalau aku katakan aku sebenarnya jatuh cinta pada gadis?"

   "haha. itukan perkara manis buat darah muda sepertimu?"

   "aku bingung pak cik. aku tidak pasti apa yang menolakku sampai jatuh, apakah pesona agama yang ada padanya atau pandangan nafsuku pada cantiknya dia. aku takut pak cik, kalau kalau aku terjatuh pada lubang yang salah. aku takut.."

   "Tuhan tidak pernah meninggalkanmu sendirian setelah diberiNya persoalan. Dia sedang menunggu engkau untuk bertanya padaNya. istikharahlah anak muda.."

usai curhat dengan pak cik, pemuda terlena untuk tempoh yang agak panjang. sehingga dia tersedar, pak cik tidak ada lagi di sebelahnya..

Friday, October 10, 2014

laki-laki, langit dan hujan.




anak kecil laki-laki itu duduk bersila di anak tangga paling bawah hadapan rumahnya. anak kecil laki-laki itu masih lengkap dengan uniform sekolahnya yang berwarna hitam dan putih. dua tangannya menopang dagu kepalanya yang mendongak ke langit. kata-kata ibu guru tudung labuh di sekolah masih terngiang-ngiang. 

   "hujan itu rahmat anak-anakku. ia hadiah dari Tuhan yang Maha Penyayang untuk kita."

satu jam anak kecil laki-laki menunggu. langit masih terang, awan kelabu belum lagi datang dengan bulir-bulir air. akhirnya, bunda menyuruh anak kecil laki-laki masuk ke dalam rumah. anak kecil laki-laki turuti. sebelum itu, anak kecil laki-laki sempat menadah tangan ke langit, semoga hujan nanti.

keesokannya, Tuhan perkenankan doa anak kecil laki-laki. hujan turun saat anak kecil laki-laki berjalan pulang dari sekolah. dengan baju sekolah hitam putih anak kecil lari-lari bersama teman-teman kecilnya. girang. gembira. baju putih tidak lagi putih, bahkan cokelat dengan warna-warna lumpur. akhirnya, anak kecil laki-laki dimarahi bunda. dan anak kecil laki-laki demam pula jadinya. bunda lah juga yang menjaga, menghangatkan tubuh dinginnya yang kecil. lucu sekali anak kecil laki-laki.

beberapa bulan kemudian, langit tidak lagi menurunkan hujan dalam tempoh yang agak lama. anak kecil laki-laki sedih. tiada lagi hadiah dari langit untuk anak kecil laki-laki. apakah Tuhan tidak lagi menyayanginya?

tujuh tahun kemudian anak kecil laki-laki bukan lagi anak kecil. dia adalah sang remaja laki-laki. ketika tahun-tahun panas itu bunda pergi meninggalkan sang remaja laki-laki. lalu langit pun menurunkan hujan meski sang remaja laki-laki tidak memintanya. lalu sang remaja laki-laki duduk sendirian dalam renyai hujan. sang remaja laki-laki menangis, meski tiada yang tahu. air matanya bersatu dengan tetes-tetes air hujan. barangkali langit juga menangis kasihan.

sepuluh tahun ke depan, sang remaja laki-laki kini adalah laki-laki dewasa dengan kejayaan-kejayaannya. tapi kini, laki-laki dewasa bukan lagi penyuka hujan, bahkan laki-laki dewasa adalah pembenci hujan sekarang.

   "ah! hujan bikin kerja tergendala. hujan bikin penyakit. hujan bikin kereta kotor."

laki-laki yang dahulu selalu menghindari payung, kini membawanya kemana-mana. laki-laki yang dahulu selalu menadah tangan meminta hadiah dari Tuhannya kini sudah tidak lagi mahu mendongak memandang langit yang menurunkan hujan. justru, dia lebih suka menunduk ke bawah, memandang skrin taliponnya yang sombong berkilauan.

itulah laki-laki; yang lupa pada langit, pada hujan, pada Tuhannya.

_________________________
*olahan kepada tulisan kayla agusta.