tidak lama sebelum itu, apek berbasikal tua tiba dan memberhentikan kayuhannya tepat di hadapan pondok tunggu. di belakang basikalnya ada kotak polisterin puteh kedap udara yang diikat pada tempat duduk pembonceng. kelihataan berisi dan agak berat. apek turun dari basikal menyeka peluh dengan kain tuala merah jambu yang ada di lehernya.
apek menolak basikalnya ke tepi pondok tunggu dan menurunkan tongkat penahan di tayar belakang. basikal dicondongkan ke arah tiang pondok tunggu; kalaupun tongkat penahan tidak mampu menanggung beban basikal, ia tidak akan jatuh terus, ada tiang dan dinding pondok tunggu yang akan menahannya. apek duduk berehat di tengah kerusi tunggu, di antara gadis dan laki-laki. apek memerhatikan dua sosok asing di kiri dan kanannya, yang saling hanyut dalam dunia masing-masing.
"hei, leng zai.. leng lui.. mau beli air tin? saya ada jual."
laki-laki dan gadis saling berpaling ke arah apek. sambil menyambut perkataan apek, laki-laki menurunkan buku puisi puteh yang dihadapnya dan mengalihkan buku-buku tebal dari sebelah kirinya ke sebelah kanan. kini, lebih banyak ruang di antara dia dan apek. sedangkan gadis yang sedang menyelak simpanan gambar tadi, menutup skrin dan memasukkan taliponnya ke dalam beg kanvas biru.
"air apa ada uncle?"
"kopi ada?"
laki-laki dan gadis meraikan dan menyambut pelawaaan air tin sejuk di pagi yang sedikit hangat. apek menjawab pertanya mereka dengan mengajak kedua-duanya berdiri dan berjalan menuju ke basikalnya.
"ada.. ada.. mari.. you orang sendiri tengok dalam kotak."
di dalam kotak polisterin penuh dengan ketul ais dan tin-tin air. di bahagian atas, hampir semuanya adalah air tin berkarbonat. apek menggali ke dalam timbunan tin-tin sejuk itu. mencari tin kopi. tapi cuma satu yang diperolehinya.
"kopi ada satu saja. siapa mau?"
hampir serentak gadis dan laki-laki menghulurkan tangan untuk mengambil tin kopi itu. tapi, laki-laki cepat-cepat menarik balik tangannya dan cuba menggali-gali sendiri ke dalam timbunan tin sejuk dalam kotak. tidak tertahan akan suhu di dalam kotak itu, laki-laki menarik tangannya yang hampir kebas kesejukan.
"aiya, kopi sudah habis. takpa la uncle."
lelaki melemparkan senyuman terima kasih kepada apek dan kembali ke tempat duduknya, mendapatkan semula buku puteh berisi puisi. laki-laki meneruskan bacaannya.
gadis terus berurusan dengan apek di tepi pondok tunggu. gadis menghulurkan sekeping not berwarna ungu puteh yang menggambarkan sekumpulan pelajar dan guru serta berlatarbelakangkan bangunan pendidikan mereka. dibalas dengan dua logam bulat berwana silver oleh apek. satu berukir gambar bangunan perumahan betingkat-tingkat dan satu lagi berukir bangunan lapangan terbang.
transaksi selesai. gadis dan apek juga masing-masing kembali ke tempat duduk mereka.
pondok tunggu kembali sunyi.
...
di seberang jalan, ada sekumpulan busker sedang menyiapkan pentas jalanan mereka. sekotak kecil pembesar suara diletakkan bersebelahan hamparan kain untuk menerima tip dari orang-orang yang mungkin terhibur dengan persembahan mereka. mereka bermula dengan lagu ringkas dan santai untuk menyambut hari yang akan panjang.
someone told me long ago
there's a calm before the storm
i know it's been comin' for some time
when it's over so they say
it'll rain a sunny day
i know shinin' down like water
suara dari kotak hitam pembesar suara tenggelam timbul dengan suara enjin kenderaan yang lalu lalang.
i want to know
have you ever seen the rain?
i want to know
have you ever seen the rain
comin' down on a sunny day?
bunyi hon juga terkadang turut kedengaran meriah ketika trafik semakin padat.
yesterday and days before
sun is cold and rain is hard
i know been that way for all my time
'til forever, on it goes
through the circle, fast and slow,
i know it can't stop, i wonder
riuh rendah.
...
sepertinya laki-laki makin tenggelam dalam perkataan-perkataan. sambil itu gadis mendapatkan tin kopi yang masih dingin. apek sekali lagi memecahkan kesunyian di pondok tunggu itu. memandang laki-laki yang jiwanya sedang tidak berada di situ, apek mengalih perhatiannya kepada gadis.
"manyak panas ya ini hari, amoi?"
sapaan uncle memberhentikan gadis dari menarik pin penutup tin.
"ah, iya uncle."
gadis menjawab ringkas pertanyaan. apek menarik tuala yang disangkut dari belakang leher ke bahunya. apek mengesat-ngesat muka dan lengannya.
"ini macam lah bagus. itu matahari sekali-sekali datang, baru lah seronok.. saya manyak suka cuaca ini macam."
"eh, kenapa uncle?"
"senang penat maa kalau cuaca panas. saya kayuh basikal sikit, sudah basah berkeringat. ini musim hujan mari, manyak syok la. nyaman.. sejuk.. tapi itu la, saya jual air tin sejuk takda laku sangat lah. orang suka minum yang panas-panas kalau musim hujan. tapi, takpa.. ini langit suruh kita belajar maa, hujan ka panas ka, semua ada bagusnya. itu orang yang tak perasan sama matahari, nanti sudah rindu matahari kalau musim hujan. sama juga.. itu orang yang tak perasan sama hujan, nanti sudah rindu hujan kalau musim panas.. kita cuma tahu baguskah atau tak baguskah apa-apa itu, bila kita lihat mereka dari seberang yang bertentangan."
"oh, semacam itu ya.."
perbualan gadis dan apek selesai di situ. apek kembali mendapatkan basikalnya, mengemaskan kedudukan kotak polisterin yang diboncengnya. apek menolak basikal ke depan pondok tunggu. kaki kanan mendapatkan pedal, menariknya naik dan menekannya ke bawah berputar semula. roda basikal membawa apek meninggalkan pondok tunggu. kelibatnya perlahan-lahan hilang di kejauhan.
...
laki-laki menyelesaikan halaman terakhir buku puisi puteh, menutupnya dan meletaknya di sebelah kirinya yang kosong. cahaya matahari yang terbias di atap lutsinar pondok tunggu jatuh menyirami muka depan buku puteh berisi puisi.
laki-laki mendongak melihat langit daripada atap lutsinar pondok tunggu, mengharapkan akan ada ketukan-ketukan air hujan di atap lutsinar. laki-laki menarik nafas dalam dan melepaskannya perlahan-lahan. laki-laki berbisik sendiri di dalam hatinya.
"come on my dear sky.. give us some more time.. could you?"
hmm.