hujan 1969.
(1)
apakah yang kautangkap dari swara hujan, dari
daun-daun bugenvil basah yang teratur mengetuk jendela?
apakah yang kautangkap dari bau tanah, dari ricik air yang
turun di selokan?
ia membayangkan hubungan gaib antara tanah dan
hujan, membayangkan rahasia daun basah serta ketukan
yang berulang.
“tak ada. kecuali bayang-bayangmu sendiri yang di
balik pintu memimpikan ketukan itu, memimpikan sapa
pinggir hujan, memimpikan bisik yang membersit dari titik
air menggelincir dari daun dekat jendela itu. atau
memimpikan semacam suku kata yang akan mengantarmu
tidur.”
barangkali sudah terlalu sering ia mendengarnya, dan
tak lagi mengenalnya.
(2)
apakah yang kita harapkan dari hujan? mula-mula ia di
udara tinggi, ringan dan bebas; lalu mengkristal dalam
dingin; kemudian melayang jatuh ketika tercium bau
bumi; dan menimpa pohon jambu itu, tergelincir dari
daun-daun, melenting di atas genting, tumpah di
pekarangan rumah, dan kembali ke bumi.
apakah yang kita harapkan? hujan juga jatuh di jalan yang
panjang, menyusurnya, dan tergelincir masuk selokan
kecil, mericik swaranya, menyusur selokan, terus
mericik sejak sore, mericik juga di malam gelap ini,
bercakap tentang lautan.
apakah? mungkin ada juga hujan yang jatuh di lautan.
selamat tidur.
(3)
dan tik-tok jam itu kita indera kembali akhirnya
terpisah dari hujan
___
*hujan dalam komposisi, sapardi djoko damono (1969).
No comments:
Post a Comment